PERBAIKAN STRUKTUR PASAR SEBAGAI ALTERNATIF
PENINGKATAN POSISI TAWAR PETANI?)
    Oleh : DR. Yogi (UNWIN)

ABSTRAK
 Salah satu kendala dalam meningkatkan pendapatan petani adalah posisi tawar petani yang lemah dibandingkan dengan pedagang/ tengkulak.  Keadaan ini disebabkan karena struktur pasar di tingkat petani adalah monopsonistik.  Dari hasil analisis secara teoritis melalui perangkat ekonomi mikro, alternatif terbaik adalah menciptakan pesaing bagi pedagang/tengkulak sehingga tercipta struktur pasar persaingan murni.

Pendahuluan
 Posisi tawar petani pada saat ini umumnya lemah, hal ini merupakan salah satu kendala dalam  usaha meningkatkan pendapatan para petani.  Lemahnya posisi tawar petani disebabkan karena umumnya struktur pasar di tingkat petani adalah monopsonistik.  Pada struktur tersebut beberapa gelintir pedagang/tengkulak yang menguasai akses pasar, informasi pasar, dan permodalan yang cukup memadai berhadapan dengan banyak petani yang kurang memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai.
 Tulisan ini ingin menyumbangkan pemikiran untuk memecahkan masalah rendahnya posisi tawar petani.  Sumbangan pemikiran ini dilandasi dari teori ekonomi mikro yang diterapkan dalam upaya untuk meningkatkan posisi tawar petani.  Dalam tulisan ini akan diuraikan secara teoritis dengan memakai asumsi-asumsi ekonomi seperti yaitu setiap individu atau lembaga bersifat rasional dan profit oriented.
 Untuk mengaanalisis hal ini perlu suatu penyederhanaan dan asumsi-asumsi.  Hal itu dilakukan agar analisis ini mudah dimengerti.

Analisis Struktur Monopsoni di Tingkat Petani
 Misalkan di tingkat petani terdapat pedagang yang melakukan transaksi dengan petani dalam struktur monopsoni. Dalam struktur ini diasumsikan pedagang mempunyai kekuasaan penuh terhadap komoditi yang dijual petani, tetapi pedagang berada pada struktur pasar persaingan murni pada transaksi dengan pasar komoditi pertanian secara agregat (pedagang tak dapat mempengaruhi pasar komoditi pertanian secara agregat, tapi hanya menguasai transaksi di tingkat petani). Selain itu untuk memudahkan analisis, diasumsikan tidak terdapat biaya pemasaran dan pengolahan sehingga harga  di pedagang sama dengan harga di pasar sentra pro-dusen.  Dengan demikian dari penyeder-hanaan tersebut maka dapat digambarkan seperti pada Gambar 1

Gambar 1. Pembentukan Harga pada Petani, Pedagang dan Pasar komoditi pertanian pada Pasar "Monopsoni"

Keterangan :
SS  =   Kurva penawaran di pasar komoditi pertanian
DD    =   Kurva permintaan di pasar komoditi pertanian
D'D'  =   Kurva permintaan di pasar komoditi pertanian
 setelah berubah
Pps    = Harga  komoditi pertanian di pasar komoditi pertanian
P'ps   = Harga  komoditi pertanian di pasar komoditi pertanian
 setelah perubahan permintaan
Qps   = Jumlah  yang di perjual-belikan di pasar sentra  produsen
Q'ps   = Jumlah komoditi pertanian yang di perjual-belikan di pasar komoditi pertanian setelah perubahan permintaan
Ppp   =  Harga komoditi pertanian di tingkat pedagang
P'pp  =  Harga komoditi pertanian di tingkat pedagang setelah perubahan permintaan
Qpp   =  Kuantitas komoditi pertanian yang dijual pedagang
Q'pp  =  Kuantitas komoditi pertanian yang dijual pedagang setelah perubahan permintaan
Ppt   = Harga komoditi pertanian di tingkat petani
P'pt  = Harga komoditi pertanian di tingkat petani
Qpt   =  Kuantitas komod-iti pertanian yang dijual petani
Q'pt  =  Kuantitas komod-iti pertanian yang dijual petani setelah perubahan permintaan
MCpt  =  Biaya marjinal usahatani milik petani
ACpt  =  Biaya rata-rata usahatani milik petani
MCpp  =  Biaya marjinal usaha pedagang
ACpp  =  Biaya rata-rata usaha pedagang

 Pada struktur pasar monopsoni di tingkat petani, pedagang adalah pe-nentu harga.  Pada struktur monopsoni pedagang akan menetapkan harga sama dengan biaya rata-rata usahatani. Penetapan harga tersebut lebih rendah dari pada harga di pasar komoditi pertanian.  Akibatnya Ppt lebih rendah daripada Pps wa-laupun tidak ada biaya pemasaran maupun pengolahan.  Perbedaan harga ini disebut sebagai eksploitasi "monop-soni", di mana pedagang mendapat "rent seeking" atau ke-un-tungan karena "monopsoni".  Keadaan ini jelas akan me-rugikan petani dan akan menurunkan pendapatan pe-ta-ni. Apabila harga di pasar komoditi pertanian meningkat dari Pps menjadi P'ps,  kenaikan harga di tingkat pe-tani hanya meningkat dari Ppt menjadi P'pt.  Hal itu disebab-kan dalam pasar "monopsoni", pedagang adalah penentu harga, sehingga harga di tingkat petani lebih dipenga-ruhi oleh penetapan harga peda-gang dibandingkan dengan harga pasar.  Dengan demikian walaupun terjadi kenaikan harga di pasar komoditi pertanian, kenaikan harga tersebut lebih terserap kepada keuntungan pedagang dibandingkan dengan penyerapan untuk kenaikan pendapatan petani.
 Alternatif yang telah banyak dikemukakan oleh para analis ekonomi pertanian untuk perbaikan posisi tawar petani dari kondisi monopsoni tersebut umumnya adalah (1) Menggantikan peran pedagang dengan lembaga lain, yaitu Koperasi Unit Desa, (2) Para petani membentuk Koperasi Unit Desa sebagai suatu kelompok tani untuk memperkuat posisi tawar petani. Dari kedua alternatif tersebut, penulis menambahkan satu alternatif yaitu Koperasi Unit Desa menjadi pesaing tengkulak agar strutur monopsoni di tingkat petani berubah menjadi struktur persaingan murni.

Analisis Teoritis
 Alternatif pertama adalah Menggantikan peran pedagang dengan lembaga lain, yaitu Koperasi Unit Desa.  Alternatif tersebut akan berjalan baik  apabila KUD tersebut lebih mementingkan misi peningkatan pendapatan para petani dibanding dengan misi profit oriented.  Tetapi manakala KUD tergoda untuk lebih mementingkan profit oriented dibandingkan dengan misi untuk meningkatkan pendapatan para petani maka para petani akan tetap berada pada kondisi monopsoni.
 Alternatif yang kedua adalah para petani membentuk Koperasi Unit Desa sebagai suatu kelompok tani untuk memperkuat posisi tawar petani. Alternatif tersebut akan menciptakan struktur pasar bilateral monopoli.  Keadaan struktur bilateral monopoli digambarkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pembentukan Harga pada Petani, Pedagang dan Pasar komoditi pertanian pada Pasar Bilateral monopoli

 Dari Gambar 2, penetapan harga di tingkat petani terjadi dua penetapan, yaitu Ppt dan Ppt1.  Pedagang dengan kedudukan monopsoni menetapkan harga Ppt, sedangkan kelompok tani dengan kedudukan monopoli menetapkan harga Ppt1.
 Berdasarkan acuan teori ekonomi mikro, struktur bilateral monopoli tidak akan tercapai penetapan harga yang ekulibrium.  Dengan tidak tercapainya penetapan harga yang ekulibrium, maka akan terjadi kesulitan dalam penetapan harga.  Kesulitan tersebut akan meningkatkan biaya transaksi sehingga akhirnya akan mengurangi efesiensi pasar di tingkat petani.
 Bila dua alternatif tersebut secara teoritis kurang baik dalam upaya peningkatan posisi tawar petani, maka alternatif lain adalah membuat struktur pasar di tingkat petani menjadi struktur pasar persaingan murni. Hal itu dilaksanakan dengan mengurangi kekuasaan monopsoni pedagang/tengkulak. Pengurangan kekuasaan monopsoni dilakukan  dengan menyertakan KUD sebagai pesaing tengkulak. Dengan menyertakan KUD sebagai pesaing maka struktur pasar ditingkat petani akan berubah dari struktur pasar monopsonistik menjadi persaingan murni.   Struktur pasar persaingan murni di tingkat petani dapat digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Pembentukan Harga pada Petani, Pedagang dan Pasar pada Struktur Persaingan Murni

 Pada Gambar 3, pasar "persaingan murni", kurva permin-taan komoditi pertanian untuk pedagang dan petani adalah datar karena para petani dan pedagang adalah pe-nerima harga.  Akibatnya bila ada kenaikan harga di pasar maka para petani dan pedagang sebagai penerima har-ga akan mengikuti harga di pa-sar komoditi pertanian.
 Pada Gambar 3, dimisalkan kurva permintaan me-ning-kat dari D ke D' sehingga harga di pasar komoditi p-ertanian meningkat dari Pps menjadi P'ps. Dalam pasar "persaingan murni", baik petani maupun pedagang adalah pe-nerima harga, maka kenaikan harga di pasar komoditi p-ertanian diikuti secara proporsional di ting-kat petani dan pedagang.  Dengan kenaikan harga yang proporsional tersebut maka kenaikan harga hasil pertanian akan terserap pada kenaikan pendapatan di tingkat petani, bukan pada keuntungan pedagang/tengkulak.
Penutup
 Dari hasil analisis secara teoritis yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa alternatif ketiga lebih baik dari dua alternatif kesatu dan kedua.  Dengan demikian untuk meningkatkan posisi tawar petani perlu dibuat suatu struktur pasar yang bersaing murni dengan mengurangi kekuatan monopsoni tengkulak melalui pembentukan lembaga pemasaran saingan yaitu KUD.

Pustaka
Branson, Robert E. & Douglas G. Norvell (1983),
Introduction to Agricultural Marketing, McGraw-Hill Book Company, New York, USA.
Da Costa, G.C (1980) Production Prices and Distribution
Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi, India.
Dahl,  Dale C and  Jerome W. Hammond. (1977).   Market
and Price Analysis of The Agricultural industries. McGraw-Hill Company. New York. USA.
Hirsshleifer, Jack. (1985).   Teori Harga dan
Penerapannya  (Price Theory and Application). Edisi III. Terj. Kusnedi. Penerbit Erlangga Jakarta.
Kohls, Richard L and Joseph Uhl.  (1972)   Marketing of
Agricultural Products . Fith Edition. Macmillan Publishing Co. Inc. New York. USA.